PELANGI PERSAHABATAN (LOMBA MAJALAH KUNTUM)

PE LA NGI PER SAH ABA TAN (LOMBA MAJALAH KUNTUM) 21 November 2012 pukul 15:37 “Dion… Dion…!” terdengar seseorang memanggilku. Tap...

PELANGI PERSAHABATAN (LOMBA MAJALAH KUNTUM)

21 November 2012 pukul 15:37
“Dion… Dion…!” terdengar seseorang memanggilku. Tapi, suara itu tak aku hiraukan. Aku ingin sendiri saat ini. Aku tahu, sikap dinginku terhadap semua orang membuat aku tampak seperti orang sombong dimata mereka. Tapi, aku mempunyai alas an yang jelas untuk perubahan sikapki ini. Bukan, aku bukanlah seorang yang bertipe pendiam yang sering mereka tuduhkan padaku. Aku hanya ingin sendiri dalam dunia yang menurutku membosankan ini. Aku jenuh! Aku ingin waktu cepat berlalu dengan membawaku pergi ke dimensi lain. Bukan di tempat yang aku pijaki sekarang. Aku jenuh dengan semuanya. Aku ingin bahagia yang bisa tersenyum di setiap detiknya.
            “Dion berhenti! Tiba-tiba seseorang menyentuh pundakku. Kemudian ia mulai menggandeng tanganku dan membawaku pergi ke tempat yang tidak aku mengerti. Ia berlari dengan sangat tergesa hingga membuatku hamper terjatuh. Lalu, secara tiba-tiba ia menghempaskan tanganku begitu saja.
            “Apa kau tidak mendengar, ha? Aku memanggilmu dari tadi. Aku tahu kau mulai tak sabar akan kenyataan ini. Tapi, ingat masih ada aku disini!” tukas Nadya padaku.
            “Tinggalkan aku sendiri,Nad! Kau tahu apa tentang aku?” timpalku padanya. Aku menunduk dan meneteslah airmataku. Ini bukan karena semua perkataannya padaku. Ini lebih kepada kenyataan hidup yang telah menimpaku. Dan inilah alasan kenapa aku merasa jenuh, alasan kenapa sikapku selalu dingin, dan alasan kenapa aku seperti ini.
            “Kenapa kau bertanya seperti itu? Aku peduli sama kamu, Yon!”
            “Aku sudah berubah, Nad! Aku tak sama lagi!”
            “Jangan pernah berpikir seperti itu! Kau Dion, sahabtku.”
            “Lihat kau! Aku sudah berubah. Aku lupa indahnya pelangi, aku lupa bagaimana caranya tersenyum dan terlebih lagi aku lupa dunia sudah tidak sama lagi.”
            “Itulah kenapa aku selalu setia disisimu. Aku ingin menunjukkan semuanya. Aku ingin menjadi sebuah peta untukmu.” Jawab Nadya padaku. Aku terharu akan ucapannya. Tapi, tetap saja aku ingin pergi dari dunia ini. Aku sudah muak. Aku sudah nebderita akan kegelapan ini.
            “Kau tahu dimana kita sekarang?” Tanya Nadya padaku. Alisku bertaut keheranan.
            “Tempat ini adalah tempat terindah semasa kita kecil dulu! Kita selalu ada disaat pelangi melengkung dengan indahnya di langit sana!” terang Nadya. “Kau pasti ingat, kau selalu tersenyum tatkala melihatnya. Dan jangan bilang kau lupa, bahwa kita selalu bersama menikmati suasana indah itu?” tambah Nadya dengan antusias. Tanpa kusadari aku tersenyum mendengarnya. Wajahku yang semula dingin dan kaku bagaikan es, kini seperti mencair ketika aku mendengar semua kenangan indah kami.
            “Ya, aku tahu tempat ini! Ini taman yang sengaja dibuat pamanmu untuk kita. Kita sering berada di rumah pohon untuk menikmati indahnya pelangi.” Kataku dengan antusias. “Tapi, sepertinya suasananya takkan sama seperti dulu.” Kataku berubah jadi lirih. Lalu, aku berjalan dengan tongkat lipatku. Menyusuri jalan setapak yang sudah kuhafal benar itu. Karena tebiasa, aku tak takut lagi untuk jatuh. Aku berhenti ketika tongkatku menyenyuh sebuah benda panjang yang kurasa sebuah bangku. Aku duduk disana.
            “Bangku ini masih sama. Tapi, epertinya posisi bangku ini berubah, ya?” tanyaku pada Nadya.
            “Aku sengaja merubahnya agar kita bisa memandang pelangi lebih santai.” Jawab Nadya padaku. Tapi, aku rasa ia ingin memudahkan aku saja agar tidak memanjat rumah pohon.
            “Kenapa kau ingin mengajakku memandang pelangi hari ini? Sedangkan aku Dion, si buta vyang tak bisa melihat dunia walau sebentar?” kataku dengan kesal.
            “Bukan seperti itu maksudku, Yon! Pelangi yang kumaksud adalah persahabatan kita yang tumbuh di taman kenangan ini.” Tukas Nadya. “Lupakanlah semua penderitaanmu sejenak dan rasakanlah semua kebahagiaanm kita di tempat ini!” tambahnya. Kemudian ku dengar ia menarik nafas dalam-dalam. Aku mencoba membuang semua egoku dan mengikuti semua saran Nadya. Lalu, satu per satu kenangan indah kami semasa kecil mulai muncul di memori otakku. Kini, senyuman yang merekah menghiasi wajahku.
“Betapa pun keadaan kita saat ini, jangan pernah mengatakan jenuh atau bosan! Itu menandakan bahwa kita menyerah!” bisik Nadya. Aku tercengang mendengarkannya. Nadya ada benarnya, walau kini aku tak bisa melihat masih ada sisi positif yang aku dapat.
“Kau benar, Nad! Kau menyadarkanku bahwa terpuruk dalam kesedihan itu tidak berguna. Dan di balik kegelpanku masih ada sahabat kayak kamu yang mampu menerangi dan member warna kehidupanku.” Kataku pada Nadya. Kami tertawa dan saling melingkarkan tangan di pundak kami masing-masing.
            “Wow… ada pelangi!” teriak Nadya tiba-tiba. Aku  turut senang, karena pelangi itu dating bersama persahabatn kami yang kembali terangkai.
karya original By: Dera Stories.

You Might Also Like

0 komentar